KCIC Masalah besar kereta cepat China 4
Perbedaan antara proposal China dan Jepang adalah dua poin, meskipun di sini tertulis tiga poin. Salah satunya adalah China dapat melakukannya lebih murah daripada Jepang dan tidak meminta jaminan keuangan kepada pemerintah Indonesia. Lain adalah transfer teknologi. Percaya pada keduanya, Indonesia memilih China.
Terus terang, itu sama sekali berbeda dari apa yang dijanjikan. Selain itu, bahkan suku bunga awal 20 kali lebih tinggi dari proposal Jepang, dan jika pinjaman tambahan dilakukan di masa depan, suku bunga kemungkinan besar akan dinaikkan lebih banyak lagi.
Saya sudah menulis tentang transfer teknologi, tapi Maycarta adalah contoh yang bagus. Kalaupun kontrak tertulis, hanya sedikit orang Indonesia yang dipekerjakan, hampir tidak ada pelatihan, dan tidak ada standar kerja terkait pelatihan yang diberikan.
Apalagi ditegaskan bahwa Jepang tidak menginginkan alih teknologi.
Jepang telah menerima pesanan MRT (kereta bawah tanah Jakarta), dan dua pertiga dari bagian yang direncanakan sudah beroperasi. Hampir tidak ada orang Jepang di lokasi konstruksi, jadi mereka mempekerjakan orang Indonesia dan memberi mereka pengetahuan mulai dari konstruksi hingga pengoperasian. Tidak ada masalah sama sekali, kecuali keterlambatan pembayaran. Tidak ada orang Jepang yang difoto di media. Seolah-olah itu diselesaikan oleh orang Indonesia sendiri. Seolah-olah tujuannya untuk memberi kesan bahwa tidak ada bantuan teknis dari Jepang.
Situasi sebenarnya adalah Jepang mengajarkan teknologi, tetapi di China, orang China bertanggung jawab atas pekerjaan di tempat, dan orang Indonesia hanyalah asisten. Tanpa mengetahui situasi sebenarnya di masyarakat Indonesia, hanya laporan dan komentar tentang hiiki Cina yang diberitakan.
https://www.youtube.com/watch?v=4MYwqLa0v8k
Alasan Sebenarnya Jepang Tidak Kasih ToT Transfer Teknologi Kereta Cepat Jakarta Bandung
Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung terus menuai kritik beberapa hari terakhir. Bahkan, kontroversi proyek ini sudah menyeruak sejak perencanaan di tahun 2015 silam. Seperti diketahui, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung mengalami pembengkakan biaya dan gagal memenuhi target awal penyelesaiannya. Pada awalnya, proyek ini diperhitungkan membutuhkan biaya Rp 86,5 triliun. Kini biaya proyek menjadi Rp 114,24 triliun alias membengkak Rp 27,09 triliun, dana sebesar itu tentu tak sedikit. Target penyelesaian pun molor dari tahun 2019 mundur ke tahun 2022. Agar proyek tidak sampai mangkrak, pemerintah berencana menambal kekurangan dana dengan duit APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) pada BUMN yang terlibat di proyek tersebut.
China memenangkan persaingan dengan Jepang dalam pembangunan kereta cepat sepanjang 142,3 km tersebut. Saat itu, Jepang mengajukan proposal dengan nilai 6,2 miliar dolar AS, sedangkan China mengajukan 5,5 miliar dollar AS. Jepang menawarkan pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 0,1 persen. Sementara China dengan tenor yang sama, menawarkan bunga pinjaman 2 persen. Setidaknya, ada tiga alasan mengapa akhirnya pemerintah Indonesia memilih China ketimbang menggunakan teknologi Jepang yang sudah lebih dulu melakukan studi kelayakan dan menawarkan bunga utang jauh lebih rendah.
- Janji tanpa APBN Pertama, China menang karena menjanjikan proyek tersebut bisa dilakukan murni dengan skema bisnis antar-BUMN kedua negara alias business to business (B to B). Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno menyebut pemerintah Indonesia menerima China karena negara itu menawarkan pembangunan proyek tanpa APBN seperser pun. "Begini soal kereta cepat supaya semua jelas. Padahal kan sebetulnya keputusan pemerintah sangat jelas. Nah kalau dilihat dari dua proposal yang diterima, yang memenuhi syarat adalah proposal dari Tiongkok. Karena dari Tiongkok tidak meminta jaminan dari pemerintah. Tidak minta anggaran dari pemerintah dan ini transaksi B to B karena BUMN dengan BUMN," ujar Rini Soemarno kala itu.
- Tanpa jaminan pemerintah Saat mengajukan proposal Kereta Cepat Jakarta Bandung, Jepang enggan menggarap proyek tersebut apabila pemerintah Indonesia tidak memberikan jaminan. Namun di tengah keraguan pemerintah Indonesia atas tawaran Jepang, China lalu muncul dan menawarkan kerja sama pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung dengan skema pengerjaan oleh BUMN. China meyakinkan pemerintah Indonesia bahwa tak perlu memberikan jaminan apa pun di proyek itu. Dengan kata lain, kalau pun di kemudian hari ada masalah pembangunan seperti biaya investasi yang membengkak atau kendala lainnya, risiko itu diserahkan ke perusahaan konsorsium PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Baik pihak China maupun BUMN Indonesia, bisa menambah modal yang nantinya akan menambah besaran saham di PT KCIC dan mendilusi pemilik saham lainnya dalam konsorsium.
- Terbuka soal teknologi Hal lain yang masuk pertimbangan pemerintah Indonesia memilih China, adalah karena Negeri Panda berjanji akan terbuka soal teknologi, sehingga memungkinkan adanya transfer ilmu. Berbeda dalam proposal Jepang, transfer teknologi tak ada dalam klausul. Hal ini juga menjadi salah satu alasan pemerintah enggan melanjutkan pembahasan penawaran dari Negeri Sakura itu. Jepang kecewa dan menyesal Jika menilik ke belakang, polemik Kereta Cepat Jakarta Bandung sempat membuat hubungan Indonesia-Jepang merenggang. Terlebih setelah Tokyo mengetahui kalau pemerintah Jokowi lalu berpaling ke China dalam proyek itu. Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 4 September 2015, Duta Besar Jepang untuk Indonesia saat itu, Yasuaki Tanizaki, sempat meluapkan kekecewaan dan penyesalan pemerintahnya kepada Indonesia.
KCIC Masalah besar kereta cepat China 5
Jika kereta cepat China tidak mampu membayar hutang dan bunganya yang sangat besar, kemungkinan besar kereta api itu akan diambil alih oleh China, seperti yang telah dilakukan Sri Lanka.
seperti Sehubungan dengan negosiasi ini, saat utang kereta api cepat China disandera, mereka mulai menerima kemajuan perusahaan China ke Indonesia atas permintaan China.
https://www.youtube.com/watch?v=f8YsaZ9itrM
Apa dampaknya jika tak bisa bayar utang?
Rizal Taufikurahman menilai bunga pinjaman yang dipatok China sebesar 3,4% "tidak bijak" karena prospek bisnis pengoperasian kereta cepat belum tentu menguntungkan.
Belum lagi ongkos pengelolaan yang tidak murah.
Dengan segala pertimbangan itu, konsorsium Indonesia dipastikan bakal kesulitan membayar utang tersebut sehingga ujung-ujungnya mengandalkan APBN.
"Mau tidak mau [pakai APBN] karena konsorsium Indonesia misalnya hanya bisa membayar bunga utang yang 2 persen, selebihnya yang 1,4 persen ditanggung APBN."
Sementara kondisi APBN sudah sangat terbebani dengan besaran utang yang kian membengkak. Apalagi kalau nanti harus ikut menanggung pembiayaan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Kata dia, konsekuensi terburuk kalau sampai Indonesia gagal membayar utang, maka pengelolaan kereta cepat diambil alih sepenuhnya oleh China.
Pasalnya China berkeras minta agar APBN menjadi penjamin untuk pinjaman proyek kereta cepat.
"Kalau sudah pakai APBN ya bukan business to business lagi. Prinsip itu yang harus dipegang. Tapi China ingin kepastian bisa terbayar enggak utangnya? Kalau dianggarkan di APBN kan jelas pasti dibayar."
Menanggapi permintaan China itu, Luhut mengaku telah menolaknya.
Ia merekomendasikan penjaminan dilakukan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII).
Terperangkap jebakan utang China?
Pemerintah disarankan menguatkan lobi ke China agar kembali ke proposal awal pembiayaan di mana bunga pinjamannya sebesar 2% dengan tenor selama 40 tahun.
Jangan sampai, kata Rizal Taufikurahman, Indonesia mengalami situasi yang sama seperti Sri Lanka.
Pelabuhan internasional Hambantota yang terletak di sepanjang pantai selatan pulau Samudra Hindia itu diambil alih oleh China sebagai imbalan atas utang yang diberikan sebesar US$ 1,1 miliar.
Pasalnya sesuai kesepakatan China memiliki 85% saham dari pelabuhan dan berhak mengantongi sewa dari pelabuhan itu selama 99 tahun.
"Jangan sampai Indonesia seperti itu, investasi infrastruktur tidak menghasilkan," ujarnya.
"Karena klausul perjanjian di Sri Lanka dan Indonesia enggak mungkin jauh beda meskipun business to business," sambung Rizal.
Sejumlah pengamat sudah memperingatkan mengenai apa yang disebut "jebakan utang", yaitu ketika pemberi pinjaman - seperti pemerintah China - dapat mengambil konsesi ekonomi atau politik jika negara yang menerima investasi tidak dapat membayarnya kembali.
KCIC Masalah besar kereta cepat China 6
Mantan Menteri Perdagangan Gobel, dilihat dari namanya, adalah keturunan Tionghoa. Dia juga setuju dengan mantan Menteri Perhubungan Jonan, dan mengindikasikan bahwa Shinkansen harus diadopsi.
Saat ini, diperkirakan akan memakan waktu 40 tahun untuk menjadi menguntungkan, tetapi pemeliharaan dan akses selama 40 tahun akan membutuhkan investasi yang besar. Defisit akan terus berlanjut selamanya. Ada kemungkinan besar bahwa Anda tidak akan dapat membayar kembali hutang tersebut dan akan disita oleh China Development Bank.
https://www.youtube.com/watch?v=QIQZBlTj5nQ
Wakil Ketua DPR Sebut Proyek Kereta Cepat Versi Jepang Lebih Baik
Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) tidak lepas dari kontroversi, hal ini dikarenakan pembengkakan biaya investasi awal yang diajukan China sebesar US$5,5 miliar menjadi US$7,97 miliar.。
Jumlah ini bahkan melebihi biaya investasi dari Jepang yang berpengalaman dengan shinkansen yang hanya mengajukan US$6,2 miliar.
Mantan Menteri Perdagangan itu juga menanggapi kebijakan pemerintah yang akhirnya akan menggelontorkan dana APBN untuk menyuntik pembiayaan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung.
Menurutnya, pemerintah seharusnya tidak buru-buru menyuntikkan APBN untuk proyek tersebut. Gobel menceritakan Jepang awalnya mengajukan proposal dengan nilai US$6,2 miliar, sementara China hanya US$5,5 miliar.
"China juga menang karena tak meminta jaminan pemerintah, tak ada keterlibatan APBN, dan skema business to business,” ujarnya.
Namun, kemudian biaya pembangunan infrastruktur Kereta Cepat Jakarta-Bandung membengkak menjadi US$6,07 miliar. Parahnya, Gobel menuturkan proyek tersebut makin melambung menjadi US$7,97 miliar.
"Kita gak tahu apakah ke ada kenaikan [biaya] lagi atau tidak. Padahal dari segi kualitas pasti Jepang jauh lebih baik. Yang pasti hingga kini sudah bengkak dua kali. Kondisi ini sudah berkebalikan dengan tiga janji semula serta sudah lebih mahal dari proposal Jepang,” ucapnya.
Gobel menilai sebaiknya APBN difokuskan untuk pemulihan ekonomi, pembangunan infrastruktur dasar, dan untuk pembangunan Ibukota Negara (IKN) yang baru.
Apalagi, pemerintah dihadapkan pada keterbatasan anggaran akibat pandemi Covid-19. Banyak anggaran yang kurang prioritas dipotong karena terkena refocusing.
"Karena kita fokus untuk menghadapi Covid19, memulihkan perekonomian yang menghantam rakyat kecil, dan juga kita tak boleh mundur untuk membangun IKN. Kita fokus saja pada hal-hal yang menjadi prioritas kita,” katanya.
Selain itu, Gobel pun mempertanyakan keandalan studi kelayakan pihak China. Pertama, pada pembengkakan pertama katanya karena faktor asuransi.
Kedua, pada pembengkakan kedua katanya karena faktor geologi dan geografi. Ketiga, banjir yang menggenangi jalan tol Jakarta-Cikampek terjadi akibat tersumbatnya saluran air karena pembangunan kereta cepat. 。
"Semua itu mestinya sudah bisa dihitung di dalam studi kelayakan. Nyatanya kan tidak. Karena itu saya mempertanyakan kualitas studi kelayakan tersebut. Ini persoalan serius,” imbuhnya.
Berdasarkan semua itu, Gobel meminta agar pihak PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) berlaku transparan dan jujur.
Terutama terkait biaya konsultan sehingga seluruh pihak tahu bagaimana masa depan pembiayaan pembangunan kereta cepat China.
"Jangan sampai nanti minta tambahan duit lagi. Seolah bangsa ini diakali pelan-pelan,” ujar Gobel.
KCIC Masalah besar kereta cepat China 7
Selama bertahun-tahun ada pembicaraan untuk membangun jalur kereta api semi-cepat antara Jakarta dan Surabaya, tetapi tidak ada yang benar-benar dimulai.
Untuk rutenya, apakah Anda akan mengabaikan Bandung dan mengikuti rute saat ini di sepanjang Jalan Raya Utara?
Tidak, bukannya semi-high speed, haruskah kita memperpanjang rel kecepatan tinggi China dari Bandung dan menghubungkannya ke Semarang?
Atau harus diarahkan ke selatan dan disambung ke Surabaya via Yogya dan Semarang?
Toh menurut saya akan jadi cerita setelah memastikan kondisi kereta cepat Jakarta-Bandung yang sebentar lagi akan digunakan. Jepang seharusnya tidak terlibat untuk saat ini.
https://www.youtube.com/watch?v=B5FS-YrTLdQ
RI GANDENG JEPANG BIKIN KERETA SEMI CEPAT JKT-SBY
Jika betul bekerjasama dengan jepang semoga terlaksana dengan baik dan pengelola proyeknya tidak menjadikan proyek ini lahan korupsi yang menyengsarakan rakyat seumur hidup.
Disarankan proyek ini menggunakan jalur kereta yang sudah ada, dengan pertimbangan hemat biaya dan lahan dan konstruksi bisa dilakukan jalur lama untuk kereta biasa sementara kereta cepat / semi cepat menggunaksn jalur atas (atau sebaliknya) dengan memperhitungkan faktor keamanan yang tinggi, jika ada jalur baru kearah atau daerah potensial tinggal membuat cabang ke kiri atau kekanan. Semoga terlaksana demi Indonesia yang maju dan sejahtera. Aamiin...
Dari sisi Jepang tentu tak ada keraguan untuk wujudkan proyek kereta cepat JKT-SBY , tapi masalahnya mungkin akan muncul pada sisi Indonesia , yaitu masalah pendanaan / pembebasan lahan / gangguan sosial politik keamanan perburuhan.
https://www.youtube.com/watch?v=B6J94DcWw0Y
Stasiun ini juga jauh dari kota Bandung. Tentu, itu adalah salah satu objek kritik. Ini belum selesai.
Progress pembangunan stasiun kereta cepat Padalarang kabupaten Bandung Barat.
Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung menuai banyak kritik. Salah satu yang jadi kontroversi, adalah letak stasiunnya yang berada jauh di pinggiran kota. Di Bandung contohnya, letak stasiunnya berada di Padalarang yang masuk Kabupaten Bandung Barat. Daerah yang terkenal dengan tambang batu kapurnya ini berjarak lebih dari 20 kilometer ke pusat Kota Bandung. Padahal, Kota Bandung merupakan kantong paling besar calon penumpang. Stasiun kedua yang relatif paling dekat dengan Kota Bandung adalah Stasiun Tegalluar yang berada di Kabupaten Bandung.
Curiga bohon korpusi