5478 KCIC,KCJB Masalah besar yang serius 1~7
KCIC Masalah besar kereta cepat China 1
https://www.youtube.com/watch?v=iAizHjnwl3g
Soal Proyek Kereta Cepat, Jepang Kecewa Indonesia Pilih Kerja Sama dengan China
Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung terus menuai polemik. Bahkan, kontroversi proyek ini sudah menyeruak sejak perencanaan di tahun 2015 silam. Proyek ini dikritik karena nilai investasinya bengkak dari estimasi sebelumnya yakni Rp 86,5 triliun menjadi Rp 114 triliun. Di mana pemerintah Indonesia rencananya akan menutup kekurangan melalui dana APBN agar tidak mangkrak. Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung sebenarnya merupakan inisiasi dari Jepang. Negara itu menawarkan proposal pembangunan ke pemerintah Jokowi melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA bahkan rela menggelontorkan modal sebesar 3,5 juta dollar AS sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan.
Nilai investasi kereta cepat berdasarkan hitungan Jepang mencapai 6,2 miliar dollar AS, di mana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun. Belakangan di tengah lobi Jepang, tiba-tiba saja China muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama. Pendukung China dalam menggarap proyek kereta cepat salah satunya adalah Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno. Presiden Jokowi akhirnya memutuskan memilih China meski bunga pinjaman yang ditawarkan lebih tinggi daripada proposal Jepang. Pertimbangan utama pemerintah Indonesia yakni karena China berjanji bahwa pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung tidak akan menggunakan uang APBN alias dijalankan dengan skema murni business to business (B to B) antar BUMN kedua negara.
Jepang kecewa dan menyesal Jika menilik ke belakang, polemik Kereta Cepat Jakarta Bandung sempat membuat hubungan Indonesia-Jepang merenggang. Terlebih setelah Tokyo mengetahui kalau pemerintah Jokowi lalu berpaling ke China dalam proyek itu. Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 4 September 2015, Duta Besar Jepang untuk Indonesia saat itu, Yasuaki Tanizaki, sempat meluapkan kekecewaan dan penyesalan pemerintahnya kepada Indonesia. "Saya telah menyatakan penyesalan saya karena dua alasan," kata Tanizaki memulai pembicaraan di hadapan wartawan yang mengerubunginya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Pertama, pihak Jepang menyesal lantaran dana yang sudah dikucurkan untuk studi kelayakan high speed rail (HSR) rute Jakarta-Bandung sangat besar. Studi kelayakan HSR dikerjakan selama tiga tahun dan melibatkan pakar teknologi Jepang yang bermitra dengan Indonesia.
Kedua, Tanizaki menuturkan teknologi yang ditawarkan Jepang merupakan teknologi terbaik dan memiliki standar keamanan tinggi. "Tapi keputusan ini sudah dibuat pemerintah Indonesia dan kami menghormatinya, karena ini bukan keputusan yang mudah. Saya akan langsung menyampaikannya ke Tokyo," pungkas Tanizaki
China mengajukan proposal tanpa penelitian awal.
Jepang menginvestasikan 3 tahun dan 300 juta yen untuk melakukan survei pendahuluan. Ada kecurigaan bahwa proposal tersebut diserahkan ke pihak China oleh seseorang.
KCIC Masalah besar kereta cepat China 2
Biaya sekarang lebih dari 1,5 kali lipat dari proposal Jepang, dan tingkat bunga dari Jepang adalah 0,1%, tetapi tingkat bunga dari China adalah 2%, yang konyol. Namun, pemerintah Indonesia belum melaporkan hal ini ke sebagian besar. Rencana Jepang mengiklankan bahwa itu tidak akan memberikan bimbingan teknis.
https://www.youtube.com/watch?v=8xS8GMMzu1w
Alasan Indonesia Pilih China dan Tolak Jepang soal Proyek Kereta Cepat
Polemik pendanaan atas bengkaknya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) akhirnya terjawab setelah Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021. Perpres yang diteken Jokowi tersebut merupakan perubahan atas Perpres Nomor 107 Tahun 2015, tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat Jakarta Bandung. Terdapat sejumlah poin utama yang terdapat dalam revisi beleid tersebut. Utamanya, proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung kini bisa didanai oleh APBN melalui skema penyertaan modal negara (PMN) kepada BUMN yang terlibat. Hal ini yang menjadi pertentangan dalam aturan sebelumnya. Karena sebelumnya pemerintah berjanji untuk tidak menggunakan uang APBN sepeser pun. Dana APBN diperlukan agar proyek tersebut tidak mangkrak. Estimasi China, Kereta Cepat Jakarta Bandung membutuhkan investasi sebesar Rp 86,5 triliun, namun di tengah jalan nilainya bengkak menjadi Rp 114,24 triliun.
China janjikan tanpa APBN Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 2 Oktober 2015, Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno menyebut pemerintah Indonesia mantap memilih China karena negara itu menawarkan pembangunan proyek tanpa APBN dan jaminan pemerintah. Sebaliknya, Jepang melalui JICA meminta pemerintah Indonesia untuk menjamin proyek tersebut. Karena menurut Jepang, pengerjaan kereta cepat sulit terealisasi apabila menggunakan skema murni business to business (b to b). "Begini soal kereta cepat supaya semua jelas. Padahal kan sebetulnya keputusan pemerintah sangat jelas. Nah kalau dilihat dari dua proposal yang diterima, yang memenuhi syarat adalah proposal dari Tiongkok. Karena dari Tiongkok tidak meminta jaminan dari pemerintah. Tidak minta anggaran dari pemerintah dan ini transaksi b to b karena BUMN dengan BUMN," ujar Rini Soemarno kala itu.
Karena itu pula kata dia, Kementerian BUMN melakukan pendalaman kepada BUMN China. Lalu, akhirnya disepakti untuk membuat joint venture agreement.
Menteri Rini Soemarno akan diganti dalam dua tahun atau lebih dan tidak diketahui di mana atau apa yang dia lakukan sekarang. Saat itu istilah “business to business” menjadi buzzword, namun sejak sekitar tahun 2019, presiden mulai berbicara tentang beban pemerintah, dan saya sudah berhenti mendengar istilah tersebut.
Wajar jika pekerja China masuk dan mengerjakan semua proyek yang dipimpin oleh China. Pekerja lokal tidak digunakan untuk kerja lapangan. Tidak ada tawaran seperti itu. Rel berkecepatan tinggi tidak terkecuali.
Contoh yang mudah dipahami adalah Meikarta, proyek pembangunan regional dan perkotaan di dekat Persimpangan Cibatu. Membuat apartemen menara berskala besar. Saya pikir mungkin ada lebih dari 500 pekerja Cina. terlibat dalam pekerjaan konstruksi. Tidak mungkin untuk meningkatkan kesempatan kerja bagi orang Indonesia, atau untuk mengajarkan teknik arsitektur dan teknik tata kota. Dan sekarang, puluhan bangunan prefabrikasi untuk pekerja China telah hilang, sebagian besar telah kembali ke negara asalnya, dan bangunan tersebut dibiarkan belum selesai.
Saya heran mengapa pekerja kasar dari China bisa masuk ke Indonesia. Biasanya, orang asing seharusnya tidak bisa mendapatkan visa untuk pekerjaan yang bisa dilakukan penduduk setempat, tetapi pasti ada kekuatan misterius yang bekerja.
KCIC Masalah besar kereta cepat China 3
Pak Jonan, Menteri Perhubungan saat itu, menentang pembangunan kereta api cepat karena terlalu dini, dan beliau juga menentang rute dari Jakarta ke Bandung, dan beliau juga menentang keras untuk memilih Cina. Alasannya sama denganku.
Dan bahkan sekarang, Dia berpendapat bahwa itu adalah sebuah kegagalan.
Oleh presiden, hal itu diabaikan, menempatkan Rini sebagai penanggung jawab, dan memilih China. Jonan tidak menghadiri acara peletakan batu pertama pada tahun 2015.
https://www.youtube.com/watch?v=Khz2_WD1Ins&t=36s
Alasan Mantan Menhub Jonan Keberatan soal Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung
penolakan Ignasius Jonan saat menjadi Menhub kala itu:
- Kecepatan kereta cepat tidak akan maksimal Dikutip dari pemberitaan Kompas.com 3 September 2015, Jonan kala itu menegaskan, selama ini tidak perlu ada moda transportasi semacam kereta cepat untuk rute Jakarta-Bandung. Kata dia, secara teknis, kereta cepat yang memiliki kecepatan di atas 300 kilometer per jam tidak cocok untuk rute pendek seperti Jakarta-Bandung yang hanya kisaran 150 kilometer. Perhitungan Jonan, jika di antara rute Jakarta-Bandung dibangun lima stasiun, jarak antar-satu stasiun dengan stasiun berikutnya sekitar 30 kilometer. Apabila dibangun delapan stasiun, jarak antar-stasiun kurang dari 20 kilometer. Jonan lebih lanjut memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menempuh jarak 150 kilometer tersebut.
"Kalau Jakarta-Bandung itu total misal butuh 40 menit, berarti kalau interval tiap stasiun (jika lima stasiun) adalah delapan menit. Kalau delapan menit, apa bisa delapan menit itu dari velositas 0 km per jam sampai 300 km per jam? Saya kira enggak bisa," kata Jonan.
- Rute terlalu pendek Menurut Jonan, kereta cepat idealnya dibangun untuk rute-rute jarak jauh, misalnya Jakarta-Surabaya. Baca juga: Plus Minus Naik Kereta Cepat Vs KA Argo Parahyangan, Pilih Mana? Terkait dengan keputusan pemerintah atas proposal Jepang dan Tiongkok, Jonan menegaskan, megaproyek tersebut akan diserahkan kepada BUMN dan investor secara komersial alias business to business (B2B). Dia menuturkan, tidak ada dana APBN yang digelontorkan untuk proyek yang sifatnya B2B, baik langsung maupun tak langsung. Jonan menjelaskan, BUMN dalam proyek ini bertindak sebagai badan usaha, bukan mewakili pemerintah. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Perhubungan, hanya bertindak sebagai regulator yang mengatur trase dan izin proyeknya. Dia mengatakan, pihaknya hanya bertugas untuk mengatur trase yang akan dilalui proyek tersebut.
- Trase dan masa konsesi Diberitakan Harian Kompas, 1 Februari 2016, izin trase dari Kementerian Perhubungan sempat terkatung-katung lantaran Jonan belum menerbitkan izinnya. Menurutnya, alasan belum keluarnya izin, karena dirinya tegas mengikuti koridor regulasi. "Saya kira publik tidak pernah memahami UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian dan peraturan menteri yang mengikutinya. Kalau mereka tahu, mereka akan mengerti saya hanya menjalankan undang-undang," kata Jonan saat itu. "Mereka sebagai pengusaha tentu akan minta kemudahan sebanyak-banyaknya. Kementerian BUMN tentu minta sebanyak-banyaknya, kita yang harus mengaturnya," tambahnya.
Dia menegaskan, pihaknya sama sekali tidak mempersulit perizinan kereta cepat. Asalkan, semua persyaratan bisa dipenuhi.
"Kami tidak mau mengulang kejadian di jalan tol, yakni pemegang konsesi tidak segera membangun jalan tol dan konsesi berlaku sejak pertama kali beroperasi. Akhirnya pemerintah tersandera. Kalau minta 50 tahun dan bisa diperpanjang, tidak saya berikan," kata Jonan, "Alasannya, konsesi ini gratis. Mereka tidak bayar sepeser pun. Konsesi di kereta berbeda dengan konsesi di laut dan udara. Kalau di laut, pemegang konsesi harus bayar 2,5 persen, sedangkan di kereta tidak ada fee konsesi," katanya lagi. Dikatakan Jonan, saat itu, tidak ada jaminan negara sama sekali. Apabila pembangunan dan pengoperasi
Jonan juga tidak banyak dilibatkan dalam memilih China untuk menggarap proyek kereta cepat itu. Keputusan itu diambil oleh Menteri BUMN Rini Soemarno. Rini adalah orang yang sedari awal ngotot mendorong realisasinya megaproyek itu. Bahkan, Rini pula yang mendukung keikutsertaan China ikut berpartisipasi dalam proyek tersebut. "Soal kereta cepat Jakarta-Bandung, saya yang paling menentang. Itu tidak berkeadilan," kata Jonan dalam "CEO Speaks on Leadership Class" di Universitas Binus, Jakarta, pertengahan 2014. "Rohnya APBN itu NKRI. Kalau Jawa saja yang maju, ya merdeka saja Papua dan lainnya itu," ucap Jonan. Sikap tegas itu terbawa hingga menjadi Menteri Perhubungan. Sebelum Presiden memutuskan bahwa proyek kereta cepat tak boleh menggunakan APBN, Jonan sudah lebih dulu menolaknya. Pria asal Surabaya itu mengharamkan dana APBN digunakan untuk membiayai proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
※コメント投稿者のブログIDはブログ作成者のみに通知されます